Cari Blog Ini

Sabtu, 15 Juni 2013

Kos Bidadari


Sore hari di Bandung tidak seperti dulu; tidak sejuk, tidak dingin, tidak membuat orang yang belum terbiasa dengan atmosfer sini bersiap-siap mengelus selimutnya yang harum dan hangat untuk dinikmati. Bandung kini telah menjadi kota yang lumayan panas dan sumpek layaknya kota metropolitan lainnya.

Tapi itu nggak buat sekumpulan cewek yang sedang nongkrong di saung bamboo yang dibelakangnya terdapat bangunan bertingkat. Kadang mereka tertawa seperti nenek lampir, membuat orang yang kebetulan lewat di jalan depan bangunan menoleh dengan pandangan yang sedikit aneh dan membuat bulu kuduk berdiri. Tapi saat tahu para “nenek lampir” itu memiliki tampang yang lumayan manis, enggan bagi mereka yang kebetulan lewat khususnya para kaum adam untuk memalingkan pandangannya. Begitu terus sampai akhirnya mereka sadar ketika menambrak tiang listrik atau tong sampah yang berada di depan.

Para cewek yang menghuni kostan ini memang mempunyai tampang yang manis dan cantik, tapi siapa yang tahu kalau mereka rata-rata jahil. Ada saja yang diperbuat untuk menjahilin orang yang kebetulan lewat, sekalipun orang yang melihat mereka mendapat musibah. Tapi pliss jangan menganggap ini yang bukan-bukan, bagaimana pun selalu ada jiwa jahil di setiap manusia.

Lalu pada saat masih asik dengan canda tawa yang dikeluarkan oleh cewe-cewe itu, datanglah Kijang Hitam dari arah luar. Ada 4 penumpang yang keluar dari mobil itu; seorang bapak-bapak luamayan gendut, seorang ibu-ibu yang kurus, seorang cewek yang memakai jilbab dan seorang cewek berambut potongan ala Victoria Beckham, tapi cewek ini tidak secantik Victoria Beckham.
Para cewek-cewek yang sedang di saung bamboo bertanya-tanya siapa mereka, apa dua cewek yang turun dari kijang hitam adalah calon penghuni kos ini. Entahlah, siapapun yang akan ngekos disini tetap saja akan dijahili oleh para penghuni yang sudah terlebih dahulu mengekos; tradisi turun temurun dari jaman bahela.

Sekilas, cewek berambut ala Victoria Beckham itu menenggok ke saung, menatap calon teman-temannya di depan sana. Dia memang calon penghuni kos ini, bahkan menjadi penghuni baru di Kota Bandung. Sebelumnya dia tinggal dan berkuliah di Solo.

Cukup lama orang tua dan dua cewek itu berada di kos-kosan yang lumayan besar itu, melihat suasana kamar yang akan menjadi tempat tinggalnya selama di Kota yang baru saja ia datangi. Orang tua si cewek ngobrol dengan Teh’ Desi sang pemilik kos, dan seorang cewek yang memakai jilbab itu adalah kakaknya cewek berambut ala Victoria Bechkam. Yang terlihat sedih karena harus berpisah dengan adik yang selama ini menjadi tempat curahan hati (CurHat), mungkin jiwa seorang kakak yang ingin adiknya terus bersamanya. Tapi mau gimana lagi, ini keputusan yang memang sangat terpaksa harus diterima, lalu pamitlah orang tua dan kakaknya untuk pulang ke Solo.

Tak juga seorang kakak yang merasa kehilangan adiknya, tapi sang ibu yang merasa khawatir. Wajar sih ibu mana yang ingin berpisah dengan anaknya sendirian di Kota yang sama sekali belum dikuasai olehnya. Tapi mau bagaimana lagi ? ini sudah menjadi keputusan ia yang berecana untuk pindah kuliah di Bandung. Sang mama hanya bisa berdoa semoga anaknya bisa menjaga diri di kota besar nomor satu Jawa Barat ini.

Si penghuni baru yang sedang mengeluarkan barang-barang bawaanya didalam kamar menoleh. Ada 4 orang cewe berdiri di depan pintu kamarnya. Kemudian ada seorang cewek yang rada-rada tomboy dan hawa mukanya terlihat jahil memulai percakapan namanya Rayisa yang biasa di panggil Rayi “ehem..ehem..” kali ini dia berbusana memakai kaos panjang yang gombrong dan celana pendek.

Biarpun sedang murung, bukan berarti sebagai anak kos baru untuk antisocial dan sombong. “ Hai, nama gue Rayi” sambil mengulurkan tangan. “ Nama ku Gladis Pramudita, tapi kalo kepanjangan panggil Ais aja,” ucap anak baru itu. Lalu ia pun menyalami teman-teman si tomboy. “Aku Lala. Nama panjangku : Lalaaaaa…,” cewek bertubuh gendut itu memperkenalkan dirinya. “huh..bau tau ga itu mulut lo!!” sahut cewe ceking disampingnya.

“ih.. biarin. Mulut-mukut gue ini.. “ Lala, yang nama lengkapnya Lala Febriyani, ogah di protes. Maka jitakan halus pun mendarat di kepala cewek ceking itu karena Lala enggak rela digituin. Karena sama-sama enggak terima diperlakukan seperti itu, adu jitak pun terjadi. Tak-tuk-tak-tuk-tak-tuk. Begitu seterusnya sampai Rayi melerai dua tetangga kamar itu.

Wajah Ais yang semula murung, kini terlihat ada senyum yang manis keluar. Dan Ais merasa nggak salah mengambil keputusan ngekos di sini karena sepertinya anak-anak sini menyenangkan semua. Buktinya, belum apa-apa mereka sudah mengajak kenalan, nggak sombong dan nggak jaim.

“Oh.. ya kenalin nama aku Liani Anggraini, asli        Garut” kata si ceking berambut pendek setelah pertengkarannya dengan Lala berkhir. “Ngg.. kalau aku Fanny” ucap seorang lagi yang berada di belakang yang suaranya berdesis. Sepertinya ia orang yang pemalu, dibandingkan dengan tiga orang lainnya.

“Dia adik gue” tambah Rayi bangga. Ais hanya manggut-manggut.

“Oke.. secara formalnya cukup sekian dulu. Sekarang kita masuk ke tujuan inti” cetus Rayi. “Set.. kaya ceramah aja” celetuk Lala yang di sambut dengan pelototan Rayi yang tajam.

“Begini lo kan anak baru. Kan gak afdol kalo kita-kita yang anak lama enggak kasih tahu peraturan disini. Nah lo baca ini dulu ini peraturannya”. Rayi menyodorkan kertas berisi peraturan yang di tulis dengan spidol yang masih jelas tercium baunya.

Ais mnyambut kertas yang telah diberikan dan membacanya, baris demi baris. Kayaknya enggak ada kalimat yang bernada aneh semuanya wajar. Misalnya : [1] nggak boleh nonton tv sambil merem, [2] nggak boleh nyari kutu deket jendela (takut kutunya terbang boo!!), [3] nggak boleh buang angin dan ngupil sembarangan, [4] nggak boleh nyanyi kalo suaranya fals. Dan Ais hanya mengangguk –angguk dan menyetujui peraturan yang aslinya baru banget dibikin oleh Rayi beberapa menit yang lalu. Ais menganggapinya dengan wajar, mungkin lantaran ia anak kos baru.
Akhirnya Ais sadar saat ia membaca peraturan terakhir yang aneh. Makanya ia bilang “ini di peraturan yang terakhir nggak salah ?”. Nah loh kenapa cuma peraturan terkhir yang di permasalahkan oleh Ais?

Rayi dan kawan-kawan yang di mintai jawabannya hanya ketawa-ketiwi dengan culas laksana tawa Sponge Bob saat ia melakukan hal konyol.

Peraturan poin terakhir adalah [5] nggak boleh nolak kalo disuruh sama anak kos lama, Ais membacakan poin terkhir itu dengan nada yang sedikit bingggung dan bermaksud agar Rayi dan kawan-kawan bisa menjelaskan apa yang di maksud pada poin terkhir.

Dengan tampang sok heran dan sok polos Rayi menjawab “Masa nggak ngerti?” Dan dengan tampang yang beneran polos Ais mengeleng.”Itu maksudnya, sebagai anak baru kamu harus mau melakukan kerja bakti selama seminggu.” Lala menjelaskan.

Rayi membenarkan dengan anggukan yang mantap. “Kerja bakti apa?” sahut Ais, “Ya.. macam-macam. Kamu harus nyapu dan mengepel tiap sore dan nguras bak oada hari minggu..” terang Lala.

“Terus lo harus bangunin kami pagi-pagi biar ga telat kuliah dan sekolah, oia, gak lupa lo harus masak selama seminggu..” Liani melanjutkan

“Dan lo harus mau disuruh beli nasi bungkus atau sabun di warung depan!” Rayi ikut menambahkan. “Tapi ..” Ais mau protes. “Any Objection?” Celetuk Rayi sok keinggrisan. “Tapi.. Sorry kita ga terima keberatan, apalagi penolakan..” Liani meneruskan.
Ais kecewa.

“Kalo pertanyaan?” Ais mencoba membuat pembelaan

“Nah.. kalo itu boleh” sahut Lala

“Ini soal peraturan harus masak. Apakah yang dimaksud disini masak air doing?” pembelaan Ais

“Ya.. gak dong.. hunny-bunny-sweety. Di sini, tiap pagi kami buat sarapan sendiri. Bukan beli di warung depan ---untuk menghemat uang jajan dan umtuk kerukunan sesama anak kos. Sementara untuk memasak kita butuh koki. Nah selama seminggu  ini kamu yang harus jadi kokinya” jawab Rayi

“Tapi.. aku ga bisa masak” ucap Ais

“Udah segede ini enggak bisa masak ?” celetuk Liani

“Tapi kalo masak air dan mie instant aku bisa” Ais coba mengoreksi perkataan Liani

“Yeee.. itu anak kecil juga bisa” Liani kembali mengeluarkan celetuknya

“Tapi beneran aku gak bisa masak. Nggak apa-apa deh kalo aku dikasih kerjaan yang lain, asal jangan masak”

“Eitsss.. kami tidak terima penolakan dan tidak ada tawar-menawar” tegas Rayi.

Ais mengehela nafas mencoba menenangkan dirinya. Jauh-jauh ia pindah dari Solo untuk menghindari masalah agar ia bisa tenang dan gak tertekan, eh belum apa-apa dia malah dapat masalah baru di Bandung. Ukhh.. rasanya Ais ingin menanggis saja.

“Eh.. anu bukan maksud kita sekejam itu kok” Rayi mencoba untuk memperbaiki suasana. Disikutmya lengan si gendut agar ia ikutan ngomong.

“Iya, maksud kami baik kok. Suwer. Kami Cuma ingin ngasih tau bahwa kos ini ada aturannya ‘masa bakti buat anak kos baru’. Cuma satu minggu kok” tambah si Lala

Sekali lagi Ais mengehela nafas. Dan tertunduk, tanpa menjawab, baik lewat kata ataupun mimic muka. Sekian detik suasana menjadi hening. Rayi dkk menjadi semakin keki menunggu respon yang gak pasti. Daripada gitu, mendingan…

“Eh, ya uda yaa. Kami cabut dulu. Mau nonton sinetron nih” sahut Liani memecahkan suasana hening. Masuk akal sih alesannya tapi tak pelak di amini oleh Rayi dan Lala. Yah apalah arti sebuah alasan. Yang penting bagi mereka adalah cabut dr hadapan Ais saat itu juga! Suer, baru kali ini mereka salting waktu “mengerjai” anak baru kos ini. Belum apa-apa si anak kos baru sudah pasang muka sendu, kaya mau naggis gitu. Daripada keburu nanggis dan lapor ke teh’ Desi kan mending buru-buru kabur!!

Cuma Fanny yang masih tinggal. Ditepuk-tepuk pundak Ais dengan lembut. Ia terseyum tulus.
“Jangan dimasukin kehati yaa. Mereka memang jail ke setiap anak kos bar. Kalau kamu keberatan, kamu berhak kok untuk tidak melakukannya semua itu.Nanti coba aku kasih pengertian sama mereka”, ucap Fanny yang mencoba untuk menghibur. Ais tersenyum sebagai tanda terima kasih atas perhatian Fanny.

Tak lama kemudian Fanny meninggalkan kamar Ais. Hanya Ais yang tertinggal dalam kamar kosnya. Satu pemikiran yang terlintas dipikirannya : mungkin dia harus mengubah pandangannya bahwa semua anak-anak di sini menyenangkan, karena ternyata mereka adalah monster !!
---------------------------------------------------------------------------------
Sebenarnya salah jika Ais menjuluki teman-temanya sebagai “monster”. Ada alasan yang membuatnya salah yaitu:

[1] Sejak kemarin, hari ini dan esok, mereka mereka menjadi teman-temannya. Orang tuan jaman bahela pernah bilang kalo kita bergaul dengan seorang penjahat, kita akan ketularan jahat. Kalau kita bergaul dengan orang baik, maka kita pun akan ketularan baik. Nah kalo kita bergaul dengan monster, kita akan jadi … monster dong, masa Agnes Monica? Memang sih, dalam satu kos-kosan kita nggak mungkin bergaul dengan semua penghuni kosan. Tapi persoalannya, Ais kos di tempat yang menjujung tinggi pertemanan. So.. pasti nggak mungkin dia mengasingkan diri dari peradaban para monster.

[2] suatu saat Ais pasti tahu bahwa orang di luar kos menjuluki gedung bercat merah jambu yang dihiasi pohon jambu mede dan pohon jambu air dipekarangan samping ini dengan julukan Kos Bidadari ! Dan ini namanya bukan sembarang nama loh, tapi nama ini mempunyai sejarah.

Tapi maaf, saat ini kita jangan bahas kenapa bisa disebut Kos Bidadari. Karena kita nggak lagi belajar sejarah, karena ada gosip yang lebih penting dan menarik untuk kita ketahui tentang Ais. Ya, sesungguhnya Ais membuat gebrakan baru untuk para penghuni Kos Bidadari yang melongo melihatnya. Apalagi kalau bukan Ais bersedia melakukan peraturan konyol bin aneh itu.

Ya, Ais melakoni semuanya tanpa kecuali. Di mulai pagi hari, saat dia bangun pukul 05.00, dia sholat subuh terlebih dahulu dan selesainya soholat dia langsung membangunkan anak-anak seisi kos agar bangun pagi. Dia juga menyapu dan mengepel dan menyapu di sore hari. Tak lupa, Ais juga memotivasi peraturan yang di buat Rayi dkk untuk nonton tv tanpa merem ( ngerti ga ?. maksudnya adalah waktu nonton tv diruang tengah kos-kosan nggak boleh sampai ketiduran. Takut ngiler, kena sofa, gitu).

Ais pun menutup jendela rapa-rapat agar ketombenya ga terbang (sebenernya Ais ga punya ketombe), buang angin dibawah pohon jambu air (karena pepohonan itu lebih toleran untuk menerima gas alamnya), dan tidak pernah menyanyi dikamar mandi.

Dan satu lagi yang tak terlupakan adalah Ais rela berusaha keras untuk memasak untuk  teman-teman barunya. Untuk mengulati perkerjaan barunya itu Ais harus mempelajari dari majalah masakan ibu, searching di mbah google, telepon mamah. Menurut Ais belajar memasak itu repot. Nggak jarang tangan Ais tergores pisau saat mengiris atau air matanya yang berlinang karena aroma bawang yang meusuk sampai hidungnya terciprat minyak goring panas.

Apalagi perjuangan dan pengorbanan Ais tak mendapatkan hasil yang sepadan. Masakannya kurang garam, keasinan, kebanyakan air dan gosong. Alhasil tak satu pun para penguhuni kos yang sudi memekan masakan Ais. Eh, tapi ralat ada satu orang yang masi sudi untuk memakan masakann Ais yaitu Liani. Ya walaupun sebenarnya tujuan ia hanya ingin menghibur dirinya. Sebab dirinya saja nggak tahan sama masakannya sendiri, apalagi orang lain !

Rupanya usaha Ais tidak sia-sia. Perlahan dia memdapat simpati dari teman-teman barunya. Mereka terharu melihat kegigihan Ais. Padahal saat Ais hendak menangis dulu itu, mereka sepakat untuk tidak menjaili Ais untuk melakukan perkerjaan rumah tangga kos-kosan mereka. Tapi ternyata Ais berinisiatif sendiri. Untuk itulah “sepak terjang” Ais selama satu minggu, mereka menyabut Ais dengan gembira. Bahkan mereka sukarela patungan mentraktir Ais makanan khas Bandung “Kartika Sari” memang rada mahal tapi bagi mereka Ais pantas mendapatkannya. Karena perjuangan Ais selama seinggu ini.

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar