Sore
hari di Bandung tidak seperti dulu; tidak sejuk, tidak dingin, tidak membuat
orang yang belum terbiasa dengan atmosfer sini bersiap-siap mengelus selimutnya
yang harum dan hangat untuk dinikmati. Bandung kini telah menjadi kota yang
lumayan panas dan sumpek layaknya kota metropolitan lainnya.
Tapi
itu nggak buat sekumpulan cewek yang sedang nongkrong di saung bamboo yang
dibelakangnya terdapat bangunan bertingkat. Kadang mereka tertawa seperti nenek
lampir, membuat orang yang kebetulan lewat di jalan depan bangunan menoleh
dengan pandangan yang sedikit aneh dan membuat bulu kuduk berdiri. Tapi saat
tahu para “nenek lampir” itu memiliki tampang yang lumayan manis, enggan bagi
mereka yang kebetulan lewat khususnya para kaum adam untuk memalingkan
pandangannya. Begitu terus sampai akhirnya mereka sadar ketika menambrak tiang
listrik atau tong sampah yang berada di depan.
Para
cewek yang menghuni kostan ini memang mempunyai tampang yang manis dan cantik,
tapi siapa yang tahu kalau mereka rata-rata jahil. Ada saja yang diperbuat
untuk menjahilin orang yang kebetulan lewat, sekalipun orang yang melihat
mereka mendapat musibah. Tapi pliss jangan menganggap ini yang bukan-bukan,
bagaimana pun selalu ada jiwa jahil di setiap manusia.
Lalu
pada saat masih asik dengan canda tawa yang dikeluarkan oleh cewe-cewe itu,
datanglah Kijang Hitam dari arah luar. Ada 4 penumpang yang keluar dari mobil
itu; seorang bapak-bapak luamayan gendut, seorang ibu-ibu yang kurus, seorang
cewek yang memakai jilbab dan seorang cewek berambut potongan ala Victoria
Beckham, tapi cewek ini tidak secantik Victoria Beckham.
Para
cewek-cewek yang sedang di saung bamboo bertanya-tanya siapa mereka, apa dua
cewek yang turun dari kijang hitam adalah calon penghuni kos ini. Entahlah,
siapapun yang akan ngekos disini tetap saja akan dijahili oleh para penghuni
yang sudah terlebih dahulu mengekos; tradisi turun temurun dari jaman bahela.
Sekilas,
cewek berambut ala Victoria Beckham itu menenggok ke saung, menatap calon
teman-temannya di depan sana. Dia memang calon penghuni kos ini, bahkan menjadi
penghuni baru di Kota Bandung. Sebelumnya dia tinggal dan berkuliah di Solo.
Cukup
lama orang tua dan dua cewek itu berada di kos-kosan yang lumayan besar itu,
melihat suasana kamar yang akan menjadi tempat tinggalnya selama di Kota yang
baru saja ia datangi. Orang tua si cewek ngobrol dengan Teh’ Desi sang pemilik
kos, dan seorang cewek yang memakai jilbab itu adalah kakaknya cewek berambut
ala Victoria Bechkam. Yang terlihat sedih karena harus berpisah dengan adik
yang selama ini menjadi tempat curahan hati (CurHat), mungkin jiwa seorang
kakak yang ingin adiknya terus bersamanya. Tapi mau gimana lagi, ini keputusan
yang memang sangat terpaksa harus diterima, lalu pamitlah orang tua dan
kakaknya untuk pulang ke Solo.
Tak
juga seorang kakak yang merasa kehilangan adiknya, tapi sang ibu yang merasa
khawatir. Wajar sih ibu mana yang ingin berpisah dengan anaknya sendirian di
Kota yang sama sekali belum dikuasai olehnya. Tapi mau bagaimana lagi ? ini
sudah menjadi keputusan ia yang berecana untuk pindah kuliah di Bandung. Sang
mama hanya bisa berdoa semoga anaknya bisa menjaga diri di kota besar nomor
satu Jawa Barat ini.
Si
penghuni baru yang sedang mengeluarkan barang-barang bawaanya didalam kamar
menoleh. Ada 4 orang cewe berdiri di depan pintu kamarnya. Kemudian ada seorang
cewek yang rada-rada tomboy dan hawa mukanya terlihat jahil memulai percakapan
namanya Rayisa yang biasa di panggil Rayi “ehem..ehem..” kali ini dia berbusana
memakai kaos panjang yang gombrong dan celana pendek.
Biarpun
sedang murung, bukan berarti sebagai anak kos baru untuk antisocial dan
sombong. “ Hai, nama gue Rayi” sambil mengulurkan tangan. “ Nama ku Gladis Pramudita,
tapi kalo kepanjangan panggil Ais aja,” ucap anak baru itu. Lalu ia pun
menyalami teman-teman si tomboy. “Aku Lala. Nama panjangku : Lalaaaaa…,” cewek
bertubuh gendut itu memperkenalkan dirinya. “huh..bau tau ga itu mulut lo!!”
sahut cewe ceking disampingnya.
“ih..
biarin. Mulut-mukut gue ini.. “ Lala, yang nama lengkapnya Lala Febriyani, ogah
di protes. Maka jitakan halus pun mendarat di kepala cewek ceking itu karena
Lala enggak rela digituin. Karena sama-sama enggak terima diperlakukan seperti
itu, adu jitak pun terjadi. Tak-tuk-tak-tuk-tak-tuk. Begitu seterusnya sampai
Rayi melerai dua tetangga kamar itu.
Wajah
Ais yang semula murung, kini terlihat ada senyum yang manis keluar. Dan Ais
merasa nggak salah mengambil keputusan ngekos di sini karena sepertinya
anak-anak sini menyenangkan semua. Buktinya, belum apa-apa mereka sudah
mengajak kenalan, nggak sombong dan nggak jaim.
“Oh..
ya kenalin nama aku Liani Anggraini, asli Garut”
kata si ceking berambut pendek setelah pertengkarannya dengan Lala berkhir.
“Ngg.. kalau aku Fanny” ucap seorang lagi yang berada di belakang yang suaranya
berdesis. Sepertinya ia orang yang pemalu, dibandingkan dengan tiga orang
lainnya.
“Dia
adik gue” tambah Rayi bangga. Ais hanya manggut-manggut.
“Oke..
secara formalnya cukup sekian dulu. Sekarang kita masuk ke tujuan inti” cetus
Rayi. “Set.. kaya ceramah aja” celetuk Lala yang di sambut dengan pelototan
Rayi yang tajam.
“Begini
lo kan anak baru. Kan gak afdol kalo kita-kita yang anak lama enggak kasih tahu
peraturan disini. Nah lo baca ini dulu ini peraturannya”. Rayi menyodorkan
kertas berisi peraturan yang di tulis dengan spidol yang masih jelas tercium
baunya.
Ais
mnyambut kertas yang telah diberikan dan membacanya, baris demi baris. Kayaknya
enggak ada kalimat yang bernada aneh semuanya wajar. Misalnya : [1] nggak boleh
nonton tv sambil merem, [2] nggak boleh nyari kutu deket jendela (takut kutunya
terbang boo!!), [3] nggak boleh buang angin dan ngupil sembarangan, [4] nggak
boleh nyanyi kalo suaranya fals. Dan Ais hanya mengangguk –angguk dan
menyetujui peraturan yang aslinya baru banget dibikin oleh Rayi beberapa menit
yang lalu. Ais menganggapinya dengan wajar, mungkin lantaran ia anak kos baru.
Akhirnya
Ais sadar saat ia membaca peraturan terakhir yang aneh. Makanya ia bilang “ini
di peraturan yang terakhir nggak salah ?”. Nah loh kenapa cuma peraturan
terkhir yang di permasalahkan oleh Ais?
Rayi
dan kawan-kawan yang di mintai jawabannya hanya ketawa-ketiwi dengan culas
laksana tawa Sponge Bob saat ia melakukan hal konyol.
Peraturan
poin terakhir adalah [5] nggak boleh nolak kalo disuruh sama anak kos lama, Ais
membacakan poin terkhir itu dengan nada yang sedikit bingggung dan bermaksud
agar Rayi dan kawan-kawan bisa menjelaskan apa yang di maksud pada poin
terkhir.
Dengan
tampang sok heran dan sok polos Rayi menjawab “Masa nggak ngerti?” Dan dengan
tampang yang beneran polos Ais mengeleng.”Itu maksudnya, sebagai anak baru kamu
harus mau melakukan kerja bakti selama seminggu.” Lala menjelaskan.
Rayi
membenarkan dengan anggukan yang mantap. “Kerja bakti apa?” sahut Ais, “Ya..
macam-macam. Kamu harus nyapu dan mengepel tiap sore dan nguras bak oada hari
minggu..” terang Lala.
“Terus
lo harus bangunin kami pagi-pagi biar ga telat kuliah dan sekolah, oia, gak
lupa lo harus masak selama seminggu..” Liani melanjutkan
“Dan
lo harus mau disuruh beli nasi bungkus atau sabun di warung depan!” Rayi ikut
menambahkan. “Tapi ..” Ais mau protes. “Any Objection?” Celetuk Rayi sok
keinggrisan. “Tapi.. Sorry kita ga terima keberatan, apalagi penolakan..” Liani
meneruskan.
Ais
kecewa.
“Kalo
pertanyaan?” Ais mencoba membuat pembelaan
“Nah..
kalo itu boleh” sahut Lala
“Ini
soal peraturan harus masak. Apakah yang dimaksud disini masak air doing?”
pembelaan Ais
“Ya..
gak dong.. hunny-bunny-sweety. Di sini, tiap pagi kami buat sarapan sendiri.
Bukan beli di warung depan ---untuk menghemat uang jajan dan umtuk kerukunan
sesama anak kos. Sementara untuk memasak kita butuh koki. Nah selama seminggu ini kamu yang harus jadi kokinya” jawab Rayi
“Tapi..
aku ga bisa masak” ucap Ais
“Udah
segede ini enggak bisa masak ?” celetuk Liani
“Tapi
kalo masak air dan mie instant aku bisa” Ais coba mengoreksi perkataan Liani
“Yeee..
itu anak kecil juga bisa” Liani kembali mengeluarkan celetuknya
“Tapi
beneran aku gak bisa masak. Nggak apa-apa deh kalo aku dikasih kerjaan yang
lain, asal jangan masak”
“Eitsss..
kami tidak terima penolakan dan tidak ada tawar-menawar” tegas Rayi.
Ais
mengehela nafas mencoba menenangkan dirinya. Jauh-jauh ia pindah dari Solo
untuk menghindari masalah agar ia bisa tenang dan gak tertekan, eh belum
apa-apa dia malah dapat masalah baru di Bandung. Ukhh.. rasanya Ais ingin
menanggis saja.
“Eh..
anu bukan maksud kita sekejam itu kok” Rayi mencoba untuk memperbaiki suasana.
Disikutmya lengan si gendut agar ia ikutan ngomong.
“Iya,
maksud kami baik kok. Suwer. Kami Cuma ingin ngasih tau bahwa kos ini ada
aturannya ‘masa bakti buat anak kos baru’. Cuma satu minggu kok” tambah si Lala
Sekali
lagi Ais mengehela nafas. Dan tertunduk, tanpa menjawab, baik lewat kata
ataupun mimic muka. Sekian detik suasana menjadi hening. Rayi dkk menjadi
semakin keki menunggu respon yang gak pasti. Daripada gitu, mendingan…
“Eh,
ya uda yaa. Kami cabut dulu. Mau nonton sinetron nih” sahut Liani memecahkan
suasana hening. Masuk akal sih alesannya tapi tak pelak di amini oleh Rayi dan
Lala. Yah apalah arti sebuah alasan. Yang penting bagi mereka adalah cabut dr
hadapan Ais saat itu juga! Suer, baru kali ini mereka salting waktu “mengerjai”
anak baru kos ini. Belum apa-apa si anak kos baru sudah pasang muka sendu, kaya
mau naggis gitu. Daripada keburu nanggis dan lapor ke teh’ Desi kan mending
buru-buru kabur!!
Cuma
Fanny yang masih tinggal. Ditepuk-tepuk pundak Ais dengan lembut. Ia terseyum
tulus.
“Jangan
dimasukin kehati yaa. Mereka memang jail ke setiap anak kos bar. Kalau kamu
keberatan, kamu berhak kok untuk tidak melakukannya semua itu.Nanti coba aku
kasih pengertian sama mereka”, ucap Fanny yang mencoba untuk menghibur. Ais tersenyum
sebagai tanda terima kasih atas perhatian Fanny.
Tak
lama kemudian Fanny meninggalkan kamar Ais. Hanya Ais yang tertinggal dalam
kamar kosnya. Satu pemikiran yang terlintas dipikirannya : mungkin dia harus
mengubah pandangannya bahwa semua anak-anak di sini menyenangkan, karena
ternyata mereka adalah monster !!
---------------------------------------------------------------------------------
Sebenarnya
salah jika Ais menjuluki teman-temanya sebagai “monster”. Ada alasan yang
membuatnya salah yaitu:
[1]
Sejak kemarin, hari ini dan esok, mereka mereka menjadi teman-temannya. Orang
tuan jaman bahela pernah bilang kalo kita bergaul dengan seorang penjahat, kita
akan ketularan jahat. Kalau kita bergaul dengan orang baik, maka kita pun akan
ketularan baik. Nah kalo kita bergaul dengan monster, kita akan jadi … monster
dong, masa Agnes Monica? Memang sih, dalam satu kos-kosan kita nggak mungkin
bergaul dengan semua penghuni kosan. Tapi persoalannya, Ais kos di tempat yang
menjujung tinggi pertemanan. So.. pasti nggak mungkin dia mengasingkan diri
dari peradaban para monster.
[2]
suatu saat Ais pasti tahu bahwa orang di luar kos menjuluki gedung bercat merah
jambu yang dihiasi pohon jambu mede dan pohon jambu air dipekarangan samping
ini dengan julukan Kos Bidadari ! Dan ini namanya bukan sembarang nama loh,
tapi nama ini mempunyai sejarah.
Tapi
maaf, saat ini kita jangan bahas kenapa bisa disebut Kos Bidadari. Karena kita
nggak lagi belajar sejarah, karena ada gosip yang lebih penting dan menarik
untuk kita ketahui tentang Ais. Ya, sesungguhnya Ais membuat gebrakan baru
untuk para penghuni Kos Bidadari yang melongo melihatnya. Apalagi kalau bukan
Ais bersedia melakukan peraturan konyol bin aneh itu.
Ya,
Ais melakoni semuanya tanpa kecuali. Di mulai pagi hari, saat dia bangun pukul
05.00, dia sholat subuh terlebih dahulu dan selesainya soholat dia langsung
membangunkan anak-anak seisi kos agar bangun pagi. Dia juga menyapu dan
mengepel dan menyapu di sore hari. Tak lupa, Ais juga memotivasi peraturan yang
di buat Rayi dkk untuk nonton tv tanpa merem ( ngerti ga ?. maksudnya adalah
waktu nonton tv diruang tengah kos-kosan nggak boleh sampai ketiduran. Takut
ngiler, kena sofa, gitu).
Ais
pun menutup jendela rapa-rapat agar ketombenya ga terbang (sebenernya Ais ga
punya ketombe), buang angin dibawah pohon jambu air (karena pepohonan itu lebih
toleran untuk menerima gas alamnya), dan tidak pernah menyanyi dikamar mandi.
Dan
satu lagi yang tak terlupakan adalah Ais rela berusaha keras untuk memasak
untuk teman-teman barunya. Untuk
mengulati perkerjaan barunya itu Ais harus mempelajari dari majalah masakan
ibu, searching di mbah google, telepon mamah. Menurut Ais belajar memasak itu repot.
Nggak jarang tangan Ais tergores pisau saat mengiris atau air matanya yang
berlinang karena aroma bawang yang meusuk sampai hidungnya terciprat minyak
goring panas.
Apalagi
perjuangan dan pengorbanan Ais tak mendapatkan hasil yang sepadan. Masakannya
kurang garam, keasinan, kebanyakan air dan gosong. Alhasil tak satu pun para
penguhuni kos yang sudi memekan masakan Ais. Eh, tapi ralat ada satu orang yang
masi sudi untuk memakan masakann Ais yaitu Liani. Ya walaupun sebenarnya tujuan
ia hanya ingin menghibur dirinya. Sebab dirinya saja nggak tahan sama
masakannya sendiri, apalagi orang lain !
Rupanya
usaha Ais tidak sia-sia. Perlahan dia memdapat simpati dari teman-teman
barunya. Mereka terharu melihat kegigihan Ais. Padahal saat Ais hendak menangis
dulu itu, mereka sepakat untuk tidak menjaili Ais untuk melakukan perkerjaan
rumah tangga kos-kosan mereka. Tapi ternyata Ais berinisiatif sendiri. Untuk
itulah “sepak terjang” Ais selama satu minggu, mereka menyabut Ais dengan
gembira. Bahkan mereka sukarela patungan mentraktir Ais makanan khas Bandung “Kartika
Sari” memang rada mahal tapi bagi mereka Ais pantas mendapatkannya. Karena
perjuangan Ais selama seinggu ini.
SELESAI